Halaman

Cari Blog Ini

Jumat, 15 Oktober 2010

HIDUP UNTUK BERPRESTASI DAN BERBAGI

Seperti ditulis dalam Majalah Utusan Edisi Oktober 2010.

Puji Tuhan atas semua yang telah dan akan terlalui. Berlimpah rahmat yang telah saya terima. Dukungan, doa, tantangan, rintangan, senyuman dan bahkan tangisan membuat saya tertempa untuk hargai hidup.
Terima kasih untuk Papah, Yayang, keluarga, dan segenap sahabat yang memberi kesempatan luar biasa untuk melakukan hal-hal yang lebih baik.
Terima kasih pada sobat penulis (AA Kunto A) yang membuat sejimpit perjalananku menjadi luar biasa dengan rangkaian diksi-mu yang indah. Semoga buku-bukumu pun semakin membanjiri dunia penulis kita.
Terima kasih juga pada Mamahnya Mas Imo yang bersedia meladeni permintaan saya untuk mengirim foto artikel ini dari Jakarta.
Terima kasih pada majalah UTUSAN yang mengijinkan saya berbagi. Semoga majalah UTUSAN semakin diutus untuk mudah ditemukan di tiap rumah umat.

HIDUP UNTUK BERPRESTASI DAN BERBAGI
Seperti apa wujud konkret “menjadi garam dunia” di zaman modern ini? Berprestasi dan berbagi. Setidaknya dua hal ini yang sedang dilakoni Lydia Elvin Setyastuti, pemasar di Bank Rakyat Indonesia Syariah Unit Mobile Jatisrono, Wonogiri, Jawa Tengah.

Apa prestasinya? Bulan Agustus kemarin Elvin mendapatkan penghargaan nasional sebagai pemasar teladan. Omzetnya menembus angka nyaris 300 persen dari target. Hebatnya, prestasi itu ditorehkan ketika kantornya baru bukan sejak Maret tahun ini. Nama kantornya pun baru ”mobile team”, sebutan untuk persiapan menjadi ”unit”. Kantornya tanpa papan nama, baru menempati sebuah rumah kecil bersebelahan dengan bengkel sepeda motor, setelah sebelumnya menumpang di rumah mertua kepala unit.

Jatisrono terletak 30 km di sebelah timur kota Kabupaten Wonogiri atau 65 km tenggara Solo dengan wilayah berbukit-bukit. Kebanyakan warganya bekerja sebagai petani, pedagang dan pengusaha. Untuk mencapai nasabah yang tersebar hingga kecamatan-kecamatan sekitarnya, yakni Slogohimo, Jatipurno, Jatiroto, Purwantoro, Sidoharjo, Girimarto, Kismantoro, dan Bulukerto, Elvin mengendarai sepeda motor. Suami Elvin, yang sangat mendukung pekerjaannya, kadang mengantar.

Bagi Elvin, tidak ada yang tidak bisa dijangkau. Minimnya fasilitas juga bukan penghalang kerjanya. Prestasinya membuktikan itu. Bukan sarana yang membuatnya tekun, namun tujuanlah yang membimbingnya. ”Saya ingin menjadi teladan bagi anak dan adik-adik, bahwa ketika orang menekuni hal kecil dengan tekun dan sungguh-sungguh, maka kesempatan akan selalu datang,” ungkapnya.

Pernyataan itu begitu dalam jika kita merunut perjalanan hidup Elvin. Sejak tingkat SD di Baturetno, Wonogiri hingga SMA Van Lith Muntilan, rangking dua besar selalu dalam genggamannya. Ia adalah lulusan tercepat Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Semasa SMA, ia bergabung di Sanggar Talenta, kelompok penulis remaja didikan Penerbit Kanisius. Ia juga bergabung dengan Teater Gardanala.

Dengan prestasi seperti ini, akal sehat kita pasti terusik, kenapa ia tidak berkarier di kota besar, di perusahaan multinasional? Toh, banyak tawaran yang menghampirinya. Kenapa justru pulang kampung, bekerja di desa yang tidak menyediakan kemewahan? Untuk apa berprestasi?

”Sedari dulu saya ingin bekerja di Wonogiri. Banyak tempat untuk berkarya dan mewartakan kasih. Perjumpaan dengan lebih banyak orang memberikan kesempatan kepada saya untuk berbuat lebih. Oleh karenanya, setiap kesempatan patut untuk disyukuri dan dimaknai sebagai bagian dari tugas pewartaan kasih,” tuturnya. Mengutip sastrawan Albert Camus, ia punya semboyan hidup, ”O jiwaku, janganlah mengharapkan kehidupan abadi, namun jelajahilah segala sesuatu yang mungkin sampai tuntas”.

Di perbankan syariah, ia menjelajah sampai tuntas. Sejak pertama bekerja di Bank Mega Syariah, ia melahap habis referensi-referensi persyariahan. Ya membaca buku, ya browsing di internet. Tak heran, umat Paroki Santo Yohanes Rasul Wonogiri ini kerap jadi tumpuan pertanyaan, bukan hanya kepada nasabah, namun juga kepada teman kerja yang beragama Islam. ”Saya menjelaskan syariah sebagai sistem ekonomi, bukan ajaran agama. Banyak kok yang baru tahu akidahnya namun belum paham praktiknya,” terangnya.

Pijakan Elvin jelas. Meski, istilah syariah muncul dari kalangan Islam namun sebagai sistem perbankan, konsep syariah dikenal secara universal oleh kalangan yang mengedepankan aspek kesepakatan dan keadilan dalam bertransaksi. Demikianlah gagasan Ahmad El Najjar, ketika tahun 1963 merintis berdirinya bank simpanan di Kota Mit Ghamr, Mesir, yang tidak memungut dan menerima bunga sebagai kompensasi atas simpanan nasabah. Pada waktu itu, konsep bagi keuntungan yang diterapkan.

Di Indonesia, konsep perbankan syariah diperkenalkan tahun 1991 oleh Bank Muamalat Indonesia yang diprakarsai oleh pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, dan beberapa pengusaha muslim. Karena sistemnya bagus, meski sempat terguncang krisis ekonomi 1997, konsep ini, makin diterima oleh masyarakat termasuk oleh masyarakat non Muslim.

Ibu satu putri yang juga mengajar paruh waktu mata pelajaran Bimbingan dan Konseling sebuah sekolah kejuruan ini membuktikan, dengan pendekatan personal banyak pedagang dan pengusaha yang menjadi nasabahnya. ”Kunjungan kepada calon nasabah kerap saya lakukan di luar jam kerja, di waktu sore hari ketika mereka sudah tidak sibuk dengan pekerjaan. Saya ingin menjadi bagian dari keluarga mereka, sehingga ketika suatu saat mereka membutuhkan modal kerja atau investasi maka sayalah yang akan dipanggil,” tuturnya. Datang, mendengarkan, lalu berbagi. Kartu pengenal karyawan kerap ia tanggalkan justru supaya nasabah tidak merasa sedang berhadapan dengan institusi besar bernama perbankan, namun bertemu dengan sahabat. Elvin menempatkan diri seumumnya orang desa. Ketika ada nasabah yang kerepotan dalam mengurus KTP, contohnya, ia yang akan mengambil alih urusan itu. Maklum, nasabah yang pedagang tentu akan berat hati jika harus meninggalkan dagangannya.

Inilah pengalaman iman yang konkret. Menjadi berprestasi bukan untuk sekedar membesarkan diri, melainkan membantu yang kecil bertumbuh besar. Elvin seperti meneguhkan tekad pemikir Jean Paul Sartre dalam The Age of Reason, ”jika aku tak mencoba mengambil tanggung jawab atas eksistensiku, absurd rasanya untuk terus ada”.

Ya, tanggung jawab harus diambil, bukan ditunggu. Jika kita bekerja dengan hati, kiranya Allah hadir membimbing karya kita. Dan Elvin sudah menunjukkan, prestasi bisa diukir di mana pun, bahkan di tempat yang jauh dari ingar-bingar. Dari atas batu pun ada harapan.

AA Kunto A

Kamis, 07 Oktober 2010

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA

Perkembangan media massa cetak di era reformasi ini sangat pesat. Dihapuskannya Surat Izin Usaha Penerbitan Pers dan dibubarkannya Departemen Penerangan telah membuka peluang luas bagi terbitnya media-media baru, baik surat kabar, tabloid, maupun majalah. Perkembangan dari segi kuantitas ini harus diimbangi dengan peningkatan kualitas, yang menyangkut isi, gaya penyampaian, tampilan (artistik), dan bahasa. Dalam hal bahasa, persoalannya banyak kalangan yang menganggapnya sebagai hal sepele. Kesalahan ejaan masih sering dijumpai, bahkan tidak jarang terjadi kesalahan pilihan kata. Kata-kata yang tidak tepat digunakan dalam konteks yang tidak tepat pula, sehingga bisa menimbulkan salah penafsiran. Demikian pula dalam penggunaan kalimat, masih sering dijumpai kalimat rancu dan kalimat yang berbelit-belit.

Persoalan bahasa sangat penting dalam kerja jurnalistik, karena bahasa merupakan sarana menyampaikan informasi. Informasi tidak akan sampai ke pembaca dengan efektif jika sarana yang digunakan kacau. Bentuk-bentuk kesalahan yang seringkali ditemukan antara lain kesalahan menulis kata, kesalahan membentuk kata berafiks, kesalahan menyusun kalimat, kesalahan dalam kohesi dan koherensi paragraf, kesalahan penggunaan ejaan dan kesalahan menggunakan tanda baca. Pemeriksaan hasil tulisan dengan seksama dapat menunjukkan ada tidaknya kesalahan berbahasa sehingga kesalahan tersebut sedikit demi sedikit dapat dikurangi.

Menurut Tarigan dan Tarigan (1988:68) analisis kesalahan berbahasa adalah suatu prosedur kerja yang biasa digunakan oleh para peneliti dan guru bahasa, yang meliputi pengumpulan sampel, pengidentifikasian kesalahan yang terdapat dalam sampel, penjelasan kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu berdasarkan penyebabnya, serta pengevaluasian atau penilaian taraf keseriusan kesalahan itu.
Kesalahan berbahasa secara garis besarnya dapat dikategorikan dengan berdasarkan kategori linguistik, pertimbangan mengenai pentingnya dalam pengkomunikasian pesan-pesan, sumber, dan kemudahan koreksi (Tarigan dan Tarigan, 1988: 179).

Ada beberapa bentuk kajian terhadap analisis kesalahan berbahasa dari kategori linguistik yaitu :
-fonologi, yang mencakup ucapan bagi bahasa lesan dan ejaan bagi bahasa tulis
-morfologi, yang mencakup prefiks, infiks, sufiks, konfiks, simulfiks, perulangan kata
-sintaksis, yang mencakup frasa, klausa, kalimat
-leksikon atau pilihan kata (Tarigan dan Tarigan, 1988: 196).

Dalam kegiatan mengoreksi atau memperbaiki kesalahan bahasa dapat digunakan berbagai teknik yaitu teknik koreksi langsung dan tidak langsung. Pada teknik koreksi langsung, guru memperbaiki kesalahan yang terdapat pada karangan yang dibuat oleh para pelajar kemudian menyuruh mereka untuk menulis kembali karangannya dengan memasukkan semua perbaikan tersebut. Sedangkan pada teknik tidak langsung, lokasi kesalahan dinyatakan dengan berbagai simbol misalnya yang salah eja digarisbawahi, kosakata yang tidak tepat pemakaiannya dikurung dengan lingkaran, kata-kata yang terasa kurang atau hilang diberi tanda panah, atau frasa yang membingungkan diberi tanda tanya. Selanjutnya pada teknik tidak langsung ini, para pelajar diberi kesempatan untuk menginterpretasikan kode-kode tersebut, memperbaiki kesalahan sendiri, dan kemudian menulis kembali karangan atau esai tersebut(Tarigan dan Tarigan, 1988: 190).

Mari belajar menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Namun, untuk dapat memulai menggunakannya dengan baik perlu diawali dengan keberanian untuk menulis terlebih dahulu.

MENULIS CERITA FIKSI ANAK

Pengertian cerita fiksi adalah cerita rekaan atau cerita khayalan. Menurut Nurgiyantoro (1994: 2) pengertian cerita fiksi adalah suatu karya yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, pada suatu karya yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan terjadi sungguh-sungguh sehingga ia tak perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata.

Cerita fiksi atau rekaan yang ada dalam pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan bagian dari sastra anak. Penulis perlu berupaya untuk menyampaikan tema cerita dengan bahasa yang sederhana namun mengena dan mudah dipahami oleh anak-anak. Salah satu kriteria karya sastra anak-anak adalah adanya kejelasan bahasa. Dalam hal ini karya sastra anak-anak harus menggunakan bahasa yang sederhana. Kalimat-kalimatnya tidak panjang-panjang dan tidak rumit. Kata yang digunakan adalah kata-kata yang bermakna lugas artinya mudah dipahami Tarigan (2002: 10.9).

Menurut Sarumpaet dalam Santosa, dkk (2006: 8.3), ”sastra anak adalah karya sastra yang dikonsumsi anak dan diurus serta dikerjakan orang tua. Ciri khas sastra anak yang membedakan dari sastra dewasa adalah dalam hal unsur pantangan, penyajian dengan gaya secara langsung, dan fungsi terapan”.
1. Unsur pantangan merupakan unsur yang secara khusus berkenaan dengan tema dan amanat. Secara umum dapat dikatakan bahwa sastra anak menghindari atau pantangan terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut masalah seks, cinta yang erotis, dendam yang menimbulkan kebencian, kekejaman, prasangka buruk, kecurangan yang jahat, dan masalah kematian.
2. Penyajian dengan gaya secara langsung adalah bahwa sajian cerita merupakan deskripsi secara singkat dan langsung menuju sasarannya, mengetengahkan gerak yang dinamis dan jelas sebab-sebabnya. Deskripsi dan dialog itu terwujud suasana yang tersaji perilaku tokoh-tokohnya amat jelas, baik sifat, peran, maupun fungsinya dalam cerita.
3. Fungsi terapan, yaitu sajian cerita yang harus bersifat informatif dan mengandung unsur-unsur yang bermanfaat, baik untuk pengetahuan umum, keterampilan khusus, maupun untuk pertumbuhan anak. Fungsi terapan ini ditunjukkan oleh unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam teks karya sastra anak itu sendiri.

Menurut Tarigan (1995: 9), ada 12 ciri utama yang perlu diperhatikan dalam perkembangan bahasa dan sastra anak pada usia 10 sampai 12 tahun beserta implikasinya masing-masing mencakup butir-butir berikut ini :
1. Kelajuan perkembangan fisik anak-anak sangat beraneka-ragam. Pertumbuhan yang cepat mendahului awal masa pubertas, anak wanita kira-kira 2 tahun lebih dahulu daripada anak pria dalam perkembangannya. Anak pria dan wanita meningkat sekali rasa penasarananya, rasa keingintahuannya terhadap semua aspek seks atau perkelaminan.
2. Pemahaman dan penerimaan peranan seks merupakan tugas pengembangan pada periode ini. Anak pria dan anak wanita mengembangkan suatu perasaan mengenai identitas atau jatidiri satu sama lainnya.
3. Penekanan meningkat pada kelompok sebaya dan rasa memiliki serta rasa rindu kian mendalam pada anak-anak.
4. Pengeluaran yang disenangi atau pemisahan yang tenang dari orang lain, adanya beberapa prasangka dan ekspresi kecurigaan.
5. Pola-pola keluarga berubah, dapat menentang otoritas dan wewenang orang tua. Anak-anak sangat kritis terhadap saudara-saudara kandungnya sendiri.
6. Anak-anak mulai memiliki model-model selain daripada orang tua yang dipetik dari televisi, bioskop, tokoh olahraga, buku-buku. Mulai menarik minat pada pekerjaan masa depan.
7. Anak-anak membenarkan bahwa mereka menaruh minat besar dalam kegiatan-kegiatan khusus, mereka menggunakan lebih banyak waktu untuk membaca pada usia ini daripada yang lainnya.
8. Anak-anak ingin menguji keterampilannya sendiri dan kemampuan diri sendiri, menatap ke masa depan kepada saat kemandiriannya penuh.
9. Anak-anak sangat mengembangkan rasa keadilan dan perhatian bagi orang lain.
10. Anak-anak meningkatkan pemahaman akan kronologi peristiwa-peristiwa masa lalu, mengembangkan perasaan terhadap tempat-tempatnya sendiri sesuai dengan waktu. Mulai melihat banyak dimensi sesuatu masalah.
11. Meningkatkan mutu keterampilan kognitif atau keterampilan bernalar dapat dipakai untuk melayani imajinasi anak-anak pada usia ini.
12. Anak-anak berupaya mencari nilai-nilai, mereka menaruh minat besar pada masalah-masalah dunia, sudah mulai menggarap hubungan-hubungan abstrak, mereka semakin menjadi lebih analitis.

Adanya perkembangan bahasa dan sastra pada anak usia 10 sampai 12 tahun ini juga membawa implikasi pada jenis karya sastra anak yang paling tepat bagi usia 10 sampai 12 tahun. Salah satu implikasi yang dinyatakan oleh Huck, dkk dalam Tarigan (1995: 94) adalah ”buku-buku sastra dapat memberi penekanan pada kontribusi-kontribusi unik terhadap berbagai hal. Diskusi dapat digunakan untuk menjelaskan nilai-nilai”.

Menulis cerita fiksi untuk anak-anak ternyata penuh dengan panduan yang menarik juga untuk diikuti. Mari kita perbanyak koleksi buku untuk anak-anak kita.

Senin, 04 Oktober 2010

TERIMA KASIH ATAS BERIBU CINTA UNTUKKU

Telah 32 tahun aku merdeka dari rahim ibunda tercinta. Banyak hal yang terlewatkan, sedang dilewati, dan akan dilewati. Sedikit refleksi membawaku memahami makna sang waktu.

INDAHNYA CINTA WAKTU BELIA
Tinggal dalam keluarga yang super disiplin. Rajin. Tepat waktu. Jujur. Patuh. Hormat. Rukun. Di sebuah rumah kecil bercat hijau dan bertembokkan pohon ’teh-tehan’. Waktu adalah perguliran detik yang sangat padat, jelas, pasti, dan tak terbantahkan.
Dari bangun pagi, sekolah, pulang sekolah, main, tidur siang wajib, belajar sore, nonton tv, dan doa malam. Sering kena omelan gara-gara membantah yang tak terbantahkan.Ulang tahun?? Hmmm tersedia menu istimewa. Ayam panggang, tumpeng, dan ’gudangan’. Dimakan ketika siang hari sepulang sekolah. Ahhh, tak sabar rasanya menanti saat itu. Duduk bersama di ruang makan. Berdoa. Tiup lilin. Potong tumpeng. Trus serbuuuu....

Sabtu, 02 Oktober 2010

SIMSALAMBIM ABRAKADABRA

Aku mau menyublim
Menyusupi tiap relung jiwa
Menyelami tepian mimpi
Memasuki liang lahat terdalam
Melanglang buana realita

Clinggg claapp blassss
Kusenyumi derita
Kutangisi tawa

Cilukbaaaa
Lalu muncul di ruang waktu yang kumau

TRADISI WETONAN DI TENGAH JAMAN

Setiap Minggu Legi, Pakdhe mengadakan bancakan wetonan (istilah Jawa yang mengacu pada tradisi memperingati hari lahir berdasarkan kalender Jawa). Aneh rasanya. Di masa globalisasi ini masih saja ada yang melakukan tradisi wetonan. Mari kita jelajahi.
Adat istiadat Jawa masih menarik sebagai bahan kajian budaya. Ditengok dari segi kesejarahannya, adat istiadat Jawa telah tumbuh dan berkembang lama, baik di lingkungan kraton maupun di luar kraton. Adat istiadat Jawa tersebut memuat sistem tata nilai, norma, pandangan maupun aturan kehidupan masyarakat, yang kini masih diakrabi dan dipatuhi oleh orang Jawa. Masyarakat Jawa melaksanakan tata upacara tradisi sebagai wujud perencanaan, tindakan, dan perbuatan dari tata nilai yang telah teratur rapi. Upacara tradisi pada hakekatnya adalah pengejawantahan dari tata kehidupan masyarakat Jawa yang selalu ingin lebih berhati-hati, agar dalam setiap tutur kata, sikap, dan tingkah-lakunya mendapatkan keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan baik jasmaniah maupun rokhaniah.