Halaman

Cari Blog Ini

Rabu, 17 November 2010

CUCI DIRI DENGAN ABU MERAPI

Menyikapi situasi dan kondisi Merapi yang telah mengalami erupsi mulai 26 Oktober 2010 banyak duka yang dialami para pengungsi. Posko sudah banyak bertumbuh di Yogyakarta, Magelang, Klaten, Boyolali, dan sekitarnya. Banyak bantuan yang dibutuhkan dalam masa tanggap darurat Merapi. Jangan sampai kita berpangku tangan saja melihat dan menonton bencana Merapi. Bencana Merapi sudah merenggut nyawa dan terlebih merenggut harapan akan masa depan. Bantuan yang kita berikan sekecil apapun akan memberikan semangat hidup.



Ada begitu banyak kebutuhan baik logistik, obat-obatan, kebutuhan rumah tangga, kebutuhan balita, maupun pakaian, yang sangat dibutuhkan oleh para pengungsi Peduli Merapi. Tahapan demi tahapan bantuan seakan-akan tidak pernah mencukupi karena tidak ada yang dapat memastikan kapan bencana ini akan berakhir. Menyikapinya perlu dengan bijak yaitu dengan menjaga dan memupuk semangat untuk terus berbagi. Semangat untuk berbagi pun perlu dibarengi dengan perencanaan dan koordinasi yang baik. Perlu diingat bahwa bantuan yang kita salurkan adalah amanah yang diberikan kepada kita untuk dikelola dengan sebaik-baiknya.



Demikian sekelumit kalimat yang saya tulis untuk membuat proposal bagi penggalian dana PEDULI MERAPI. Luar biasanya adalah tanggapan terhadap proses penggalian dana PEDULI MERAPI dari banyak pihak. Satu yang ingin saya culik ceritanya adalah cerita salah seorang ibu yang memberikan waktu, tenaga, dan bantuan untuk pengungsi Merapi.



Aku, adalah seorang janda dan mempunyai dua orang anak yang masih sekolah di SD. Suamiku belum genap 1000 hari meninggal. Terasa sangat berat ketika kejadian mendadak itu menimpaku. Kehidupan ekonomi yang semula ditanggung oleh suamiku sekarang aku pikul sendiri. Kedua anakku masih sangat kecil dan membutuhkan biaya yang tak sedikit. Aku pun masih tinggal bersama dengan orangtuaku yang tak pelak menambah beban hidup. Perlahan-lahan, tabunganku menipis. Perhiasan terjual. Bahkan warung kecil di depan rumahku pun terjual. Untuk menyambung hidup aku membuat makanan kecil dan telaten kujumputi lima puluh sampai seratus rupiah untuk tiap makanan yang aku buat. Hidup terasa begitu berat.



Ketika arisan RT ada ajakan untuk memberi sumbangan bagi pengungsi Merapi. Berbagai berita di media pun beredar dan menghujami dadaku. Ternyata, banyak juga orang yang lebih sengsara hidupnya dibandingkan diriku. Ah, tak seberapa sengsaraku. Aku masih bisa berjualan di pasar. Keluargaku masih bisa makan nasi. Anakku pun masih bisa sekolah.



Segera aku kumpulkan baju-baju milik suamiku. Kutata serapi mungkin. Teriring doa. “Pak, bajumu aku sumbangkan ke pengungsi ya Pak. Semoga setumpuk baju ini menjadi setitik obat bagi para pengungsi. Juga obat untukku Pak. Aku merasa sangat sedih ketika melihat tumpukan bajumu di lemari pakaian kita. Aku selalu teringat bahwa Bapak sudah pergi dan tak mungkin kembali lagi. Aku selalu merasa sedih ketika melihat bajumu. Seakan masih terasa bau badanmu di baju-baju ini Pak. Wajahmu pun menari-nari di pelupuk mataku ketika melihat baju-baju ini. Pak, aku bahagia jika dapat membantu orang lain pak. Aku sumbangkan baju-baju Bapak, bukan untuk melupakan Bapak justru untuk mengenang Bapak. Aku ingin tersenyum ketika mengenang Bapak. Ternyata kita masih bisa ya Pak menyumbang untuk orang lain meski sekarang ini terasa begitu sulit. Terima kasih Pak. Semoga sumbangan ini menjadi berkat buatku dan anak-anak kita ya Pak. Aku akan terus berusaha untuk mengais harapan yang selama ini tersisihkan oleh rasa sedih dan beban hidup.”



RESUME

Banyak alasan yang dilakukan ketika seseorang memberikan bantuan pada pengungsi. Salah satunya adalah dengan membantu maka akan terjadi refleksi ke dalam diri. Ibarat sebuah cermin. Ada kalanya, kita sudah merasa begitu berat dalam menghadapi hidup. Mungkin benar memang sungguh berat. Namun, ternyata, ada yang lebih berat lagi hidupnya. Lalu kemudian, siapakah yang jadi pengungsi sebenarnya? Mungkin kita-lah yang menjadi pengungsi karena kita yang terbantu lebih banyak untuk lebih menghargai hidup dan berkat yang kita terima selama ini. Kita dibantu oleh para penderita bencana untuk semakin bersyukur. Abu merapi ternyata bisa juga menjadi sarana untuk mencuci diri, mencuci hati, mencuci semangat, mencuci harapan, dan mencuci rasa syukur. Hingga menjadi lebih bersih, lebih hidup, dan lebih bersyukur.



MARI TERUSKAN....

* Salut bagi para relawan Merapi di Yogyakarta, Magelang, Klaten, Boyolali dan sekitarnya. Teruskan perjuangan teman! Berikan informasi yang sebenar-benarnya kepada para pengungsi dan juga kepada para donatur sehingga bantuan yang diberikan sungguh menyasar dan bermakna.

* Salut bagi para donatur yang tak henti-hentinya memberikan waktu, tenaga, pikiran, dana dan bantuan bagi para pengungsi. Berkat selalu melimpah bagi mereka yang mau berbagi.

* Salut bagi para pengungsi. Jaga kesehatan jiwa dan raga. Hidup sangatlah berharga. Satu cobaan akan menambahkan ribuan berkat bagi kita.

Mari Teruskan Semangat Berbagi....

PELAJAR BELAJAR FACEBOOK

Suatu siang saya tuliskan email saya di papan tulis. Diiringi kata-kata “Silakan add account facebook saya!”. Lalu separo dari kelas terbengong-bengong. “Itu apa ya bu!” Gubrakkkkk…. Ternyata jejaring sosial seperti facebook masih menjadi barang asing.

MANFAAT FACEBOOK
Kita dapat mengeruk manfaat sebanyak-banyaknya dari facebook. Dimulai dari menentukan tujuan awal membuat account facebook. Pada awalnya saya mencari teman-teman lama mulai dari teman sekolah, teman kuliah, teman main, dan juga teman kerja. Dari teman-teman lama lalu beralih ke teman-teman yang baru. Sekarang saya lebih belajar berbagi melalui facebook. Ternyata, banyak hal yang dapat diperoleh dari situs pertemanan ini.
Bagi para pelajar, berbagai informasi berkualitas bisa didapat, misalnya informasi peluang beasiswa dan lowongan kerja. Melalui facebook pelajar dapat mengembangkan kemampuan menulis. Dan tambahan income pun sangat mungkin didapat dari facebook.

MENCARI TEMAN BERKUALITAS
Saya tidak pilih-pilih teman facebook. Siapapun yang add pasti saya confirm tanpa saya cek dulu siapa dia. Gegabah dan ceroboh! Ya, saya melakukannya karena memberikan kesempatan bagi lebih banyak orang untuk berbagi. Demikian juga dengan saya, seringkali mencoba untuk add teman yang tidak saya kenal sebelumnya. Saya buka daftar teman orang-orang yang saya kenal, lalu mulailah saya add dan menunggu confirm. Luar biasanya, saya pun mendapatkan teman-teman yang berkualitas untuk saling berbagi.
Ada juga yang lebih selektif dalam memilih teman. Ketika tidak cocok dengan profil atau tidak menemukan mutual friends maka tidak di-confirm. Bahkan ada yang langsung memblokir orang-orang yang dinilai tidak asyik untuk jadi teman.
Apa yang sebaiknya dilakukan? Terserah! Dua-duanya dapat dipilih.

BAHASA YANG SOPAN DAN KOMUNIKATIF
Sedih ketika ada status berisi makian dengan kata-kata yang sangat tidak pantas. Dengan diiringi kata “Maaf” saya pun memblokir beberapa teman yang melakukannya.
Bagi saya, facebook ibarat terminal bus . Banyak orang yang berlalu-lalang di terminal bus. Seringkali mereka cuek, namun perlu diingat, ada juga yang melirik bahkan mengamati perilaku kita. Facebook adalah prasarana umum yang menjadi milik umum. Setiap orang bisa membaca status atau komentar yang kita buat. Maka perlu lebih bijaksana dalam menulis. Bebas bahkan sangat bebas menulis apapun. Ingat resiko ditanggung penumpang. Jika kita keseringan menuliskan kata-kata yang tidak pantas, maka orang akan menilai kualitas kepribadian kita. Buatlah tulisan yang sopan dan komunikatif sehingga orang mengetahui apa yang sebenarnya ingin kita sampaikan.

TIGA BATANG ROKOK UNTUK SATU JAM DI WARNET
Harga sewa warnet sekarang tambah murah. Tiga batang rokok dapat diganti dengan satu jam sewa di warnet. Bagi yang mempunyai handphone dengan fasilitas situs pertemanan cukup 5 ribu satu minggu. Manfaat yang dapat diambil lebih banyak dibandingkan tiga batang rokok. Harga sewa warnet juga sebanding dengan harga sewa untuk bermain Play Station (PS). Manfaatnya? Hmmm pasti lebih bermanfaat di warnet!

PESAN SPONSOR BAGI PELAJAR
Bagi para pelajar, silakan add account facebook saya. Lalu hubungi saya ketika mau tes atau wawancara kerja. Silakan bertanya tentang apapun! Sebisa mungkin, saya akan menjawabnya. Mari!

MENGAMBIL TANGGUNG JAWAB ATAS PILIHAN HIDUP

Perjalanan singkat di Jogjakarta tanggal 30/31 Oktober 2010 membawaku pada sebuah pemikiran tentang pilihan hidup. Bertemu dengan teman-teman semasa SMA Van Lith Muntilan angkatan ke-4 dan semasa kuliah Psikologi UGM angkatan 1997. Sedikit yang dapat terkumpul. Dari yang sedikit terkumpul ini, tercerai berai juga hunjaman makna dari sebuah pilihan hidup. Dulu seperti apa, sekarang seperti apa, lalu esok akan bagaimana.


MEMILIH TUK JADI IBU RUMAH TANGGA

Terkagum-kagum aku pada pilihan salah seorang teman untuk menjadi ibu rumah tangga. Lulusan sarjana dari Universitas Atmajaya Yogyakarta yang notabene pasti akan mudah untuk mencari pekerjaan atau mencipta pekerjaan. Memilih untuk menjadi ibu bagi anak yang dilahirkan. Menjadi seorang ibu yang selalu ada untuk anak. Menjadikan rumah sebagai tempat terbaik bagi perkembangan anak secara optimal. Menumpahkan ribuan kasih sayang yang tak pernah habis.

Masih ada satu lagi pilihan hebatnya. Memilih untuk tak punya pembantu. Tentunya sangat mudah baginya untuk mendapatkan pembantu. Lebih gampang dalam melakukan pekerjaan ketika mempunyai pembantu. Uang pun tak jadi masalah untuk sekedar menggaji pembantu. Pilihannya pasti. Memilih melakukannya sendiri.



MEMILIH TUK JADI PEGAWAI PEMERINTAH DAERAH

Pilihan yang hebat. Lulusan Psikologi UGM yang mau menjerumuskan dalam bidang pemerintahan sangatlah minim. Lebih banyak yang memilih merantau di kota-kota besar dan jadi orang-orang hebat di training ataupun HRD. Ketika pilihan untuk menjadi pegawai pemerintah daerah diambil maka muncul sebuah konsekuensi dari pilihan tersebut. Rangkaian kata-kata bergulir dari wajah cantik temanku yang bercerita bahwa pekerjaan yang dilakukannya sangatlah monoton. Tak ada kesempatan untuk berinovasi. Tak ada kesempatan untuk mempraktekkan ilmu-ilmu psikologi bagi pengembangan organisasi. Pekerjaan yang dilakukannya sudah tersistematika dengan baik. Nyaris tak ada kesempatan untuk mengubah pola kerja yang sudah mantap.

Pilihan hebat. Untuk tetap bertahan dalam situasi yang konstan. Namun tak menafikan kesempatan untuk menambah ilmu dunia luar. Tak banyak orang yang mampu bertahan dalam pola kerja yang demikian stagnan. Tentunya, ada semangat kecil yang mengobarkan daya tahan luar biasa ini. Sederhana saja, ingin memberikan waktu yang lebih banyak untuk keluarga. Dengan bekerja di pemerintahan, waktu luang pun lebih banyak tersedia. Api kecil semangat kasih sayang ini rupanya yang membuat seseorang mampu bertahan dalam situasi yang sulit, monoton, stagnan, atau juga membosankan.



MEMILIH TUK JADI PEMBELAJAR

Begitu banyak pilihan dalam memaknai hidup. Dan yang diambil oleh salah seorang teman adalah menjadi pembelajar. Lulus dari S1 Psikologi UGM, lanjut Magister Manajemen UGM, lanjut berbagai kursus online dengan sertifikasi internasional dan masih lanjut juga berjibun sertifikat aneka bahasa dari Bahasa Inggris, Perancis, dan Jepang (dan omong-omong mau belajar bahasa Arab). Sekarang pun, masih tetap jadi pembelajar NLP (Neuro Linguistic Programming) dan hipnoterapi. Dalam memilih dunia kerja pun yang dipilih adalah pekerjaan yang memberi kesempatan untuk belajar. Hingga jadilah kutu loncat dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain. Tentunya, setiap momen berada dalam satu perusahaan digunakannya semaksimal mungkin untuk belajar. Esensinya bukan pada ketidaksetiaan pada satu perusahaan namun lebih pada kesetiaan pada semangatnya untuk belajar, beraktualisasi diri, dan berbagi. Semangatnya untuk berbagi yang menular kepada saya juga. Hingga satu buku dikirim dari Jakarta untuk menemani saya.

Pilihan hebat untuk setia dalam setiap langkah pembelajaran. Meluangkan waktu di sela-sela kemacetan ibukota untuk membaca buku. Hingga mengobrak-abrik kamar dengan ratusan buku-buku. Setia dengan ujian-ujian yang ditempuh di waktu weekend. Ternyata waktu yang tersedia untuk belajar sangatlah terbuka luas dan pilihan untuk belajar diambil sebagai sebuah tanggung jawab. Tanggung jawab untuk beraktualisasi diri dan tanggung jawab untuk berbagi.



MEMILIH TUK SETIA PADA SATU PERUSAHAAN

Berbeda dengan temanku yang satu ini. Setia bekerja pada satu perusahaan dari tahun 2002 sampai sekarang. Rekor yang luar biasa untuk pekerja di Jakarta. Delapan tahun bukan waktu yang singkat untuk bekerja dalam satu perusahaan yang sama. Ada banyak tawaran untuk bekerja pada perusahaan lain. Tawaran yang disertai iming-iming gaji serta kesejahteraan yang lebih baik tentunya. Kesetiaan ini yang membawanya menjadi orang yang sangat dihargai dalam perusahaannya. Menjadi bagian penting dari sebuah institusi. Hingga kesempatan untuk bertravelling ke luar negeri sering didapatkannya.

Pilihan hebat untuk tetap bertahan dalam sebuah pilihan. Meski ada begitu banyak tawaran yang menggiurkan. Namun kesetiaan ini pun berbuah manis.



MEMILIH TUK BEKERJA DI LUAR BATAS

Ketika seseorang seusia SMA dicekoki dengan berbagai macam teori untuk memilih jurusan perkuliahan yang dapat menunjang cita-citanya. Misal, bercita-cita menjadi seorang dokter maka kuliah-lah di Fakultas Kedokteran. Bercita-cita menjadi insiyur berkuliah-lah di Fakultas Teknik. Kenyataan hidup berbicara lain. Banyak orang yang kemudian bekerja di luar batas cita-cita dan angan-angannya. Lulusan Fakultas Biologi UGM tentunya akan cocok bekerja sebagai peneliti, pengajar, atau apalah yang sejalur dengan jurusannya. Namun, perguliran waktu yang membawanya untuk berani bekerja di luar batas. Menjadi bagian dari institusi dunia cetak. Redaktur salah satu penerbitan di Jogjakarta. Pilihan hebat. Menekuni suatu hal yang mungkin tak pernah terbayangkan sebelumnya. Menggali potensi yang tak pernah muncul sebelumnya. Setia, sabar, dan telaten pada setiap langkah-langkah hidup yang membawanya bekerja di luar batas.



MEMILIH BERTAHAN PADA SATU CINTA

Agak unik pilihan kedua orang teman yang pacaran sedari kuliah. Sekarang mereka sudah menjadi pasangan suami istri. Ketika kuliah dulu, ada juga yang mengernyitkan dahi, apa mungkin mereka berdua akan menjadi pasangan suami istri. Dan ternyata, waktu membawa mereka pada kesetiaan akan pilihan pasangan hidup. Maka, terciptalah reuni abadi sepanjang masa alumni Psikologi UGM.

Pilihan hebat. Setia dengan pasangan hidup. Berdua bekerja merantau di Jakarta. Dalam hiruk pikuk Jakarta, mereka saling mendukung, menguatkan, meneguhkan, sembari menerapkan ilmu-ilmu psikologi.


SEBUAH PEMIKIRAN TENTANG ESOK YANG AKAN DIJELANG

Setelah belajar dari sedikit perjalanan hidup teman SMA dan kuliah dulu. Hidup begitu simpel hingga tanpa sadar membawa tiap orang pada jalannya sendiri. Meski kadang jalan yang ditempuh itu jauh dari pemikirannya, namun yang jelas hidup terus bergulir. Tiap orang punya kesempatan berbuat lebih.


Salah satu yang sepintas terpikir untuk berbuat lebih adalah membuat jaringan. Sungguh luar biasa potensi yang dimiliki oleh masing-masing individu. Dan betapa luar biasanya jika potensi tersebut tersinergi.


Mari tetap jalin komunikasi satu sama lain. Mari saling berbagi. Mari saling melengkapi. Mari kita bangun jaringan yang lebih kuat untuk saling menguatkan satu sama lain. Saya yakin, entah suatu saat nanti, ada gerakan luar biasa yang tercipta dari sinergi jaringan. Amin.

ANAK DAN GEREJAKU DALAM PERGULATAN ZAMAN

(dalam rangka ultah anakku dan ultah Paroki Santo Yusuf Baturetno Wonogiri)

ANAKKU MENYONGSONG ZAMAN

Tanggal 16 Oktober 2010. Anakku, Gabriella Mahatva Mayangrum Elans (Yayang) sampai pada langkah kesembilan tahunnya. Tak terasa memang. Sembilan tahun yang lalu aku bergulat dengan maut. Menjadi tangan panjang dari kebesaran Ilahi. Ambil bagian dalam menghadirkan sosok kecil tak berdosa. Hadirnya membawa keceriaan bagi banyak orang. Teringat di malam kelahiran Yayang, ada kejadian yang menguras daya. Dari tali pusatnya keluar darah yang lumayan menggetarkan dada yang melihatnya. Berlarilah adikku (Christine Yulianita) untuk mencari pertolongan. Tanpa disadari ada gerakan yang tiba-tiba muncul seketika untuk bertindak. Hasilnya kelegaan yang luar biasa. Atau tepatnya bahagia.

Satu demi satu detik, menit, jam, hari, minggu sampai dengan tahun terlewati bersama. Kulihat, kunikmati, kurasakan betapa anakku beranjak menyongsong zaman. Dulu ketika masa kelahirannya, media komunikasi masih menjadi barang mewah. Sekarang, semakin murah harga sebuah teknologi. Namun, ada sisi menarik dibalik mahal atau murahnya teknologi komunikasi. Yaitu pada kualitas hubungan antarpribadi yang mulai bertransformasi. Komunikasi antarpribadi menjadi semakin mahal. Orang lebih mudah untuk menjadi lebih autis. Asyik dengan dirinya sendiri. Sibuk mengurus dirinya sendiri. Dengan alasan yang ”seakan” tepat yaitu memenuhi tuntutan kebutuhan hidup.

Ada sebersit keraguan yang muncul. Mampukah aku membawa anakku menyongsong zaman? Mampukah aku mempersiapkannya hadapi masa depan? Mampukah aku memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk aktualisasi dirinya?

GEREJAKU MENGIRINGI ZAMAN

Tanggal 16 Oktober 2010. Perayaan ulang tahun Paroki Santo Yusup Baturetno, Wonogiri, Jawa Tengah. Ultah ke-72. Perjalanan panjang. Dimulai sejak tahun 1929. Dirintis oleh Ny. Bernadette Swie Tjin Hong (Mak Hong). Rumah Mak Hong menjadi tempat belajar agama Katolik dan tempat singgah para Pastur yang berkunjung ke Baturetno. Melihat perkembangan umat awal di Baturetno dan sekitarnya yang berbasis di Baturetno, Nguntoronadi, dan Ngrejo, Tirtomoyo, Romo Mgr P.J. Willekens 16 Oktober 1938 berkenan memberkati Gereja Baturetno. Gereja tersebut didirikan di atas tanah milik Tiong lng.

Era penjajahan dan proklamasi menjadi bagian dari rangkaian perjalanan kehidupan menggereja. Singkat cerita terjadi perkembangan umat Katolik. Pada tahun 1968, Stasi Wonogiri berdiri menjadi Paroki. Lalu April 1994, Romo A. Priyambono, Pr. selaku Romo Vikep Surakarta berkenan memberkati dan meresmikan Gereja Santo Ignatius Danan, Giriwoyo sebagai Paroki Administratif. Paroki baru ini dikepalai oleh Romo H.P. Bratasudarma, SJ dengan menggembalakan umat lebih dari 2000. Mulai tanggal 31 Juli 1998 Paroki Danan menjadi Paroki mandiri. Peresmian Paroki Danan dilaksanakan oleh Uskup Ignatius Suharya,Pr pada tanggal 24 Agustus 1998.

Kelahiran demi kelahiran paroki muncul dalam perkembangan kehidupan menggereja. Di sisi lain, kehidupan menggereja pun tertempa oleh arus zaman. Yang mau tak mau harus mengglobal juga. Gereja menjadi bagian dari rangkaian transformasi umat. Dulu sendika dhawuh, sekarang ogah-ogahan. Dulu beradu pandang dalam komunitas secara intens, sekarang cukup dengan SMS saja. Dulu banyak penggerak, sekarang minim penggerak. Dulu banyak kaum muda, sekarang tinggal yang tua-tua. Dulu sangat kaku, sekarang lebih fleksibel dan kreatif.

Mencuat juga sedikit kekhawatiran. Mampukah gerejaku menghadapi arus zaman? Mampukah gerejaku teguh dalam mengantar umat setia dalam iman?

DARI MASALAH MUNCUL KEKUATAN

Merunut perjalanan hidup anakku. Ada saat tiba-tiba muncul masalah. Lalu tiba-tiba pula muncul kekuatan. Dari kegalauan muncul kesadaran untuk bertindak. Dengan segala macam cara. Berjalan, melompat, bahkan berlari secepat kilat.

Merujuk perjalanan hidup menggereja. Ada saat kegelapan lalu tiba-tiba muncul gerakan. Dari yang semula hanya satu paroki lalu bertumbuh menjadi tiga paroki.

Keduanya menggambarkan bahwa tidak pernah ada gambar atau maket yang jelas, pasti, nyata, tepat, dan benar-benar pas. Tidak ada yang benar-benar dapat meramalkan apa yang bakalan terjadi di masa sekarang ataupun yang akan datang. Serasa mengalir begitu saja. Serta merta kejadian terangkai seiring perguliran waktu. Beradaptasi, bertransformasi, berkreasi, bertumbuh, dan berkembang.

Maka kemudian, kekhawatiranku menjadi patut untuk dihentikan. Diletakkan dalam kerangka untuk waspada dalam bertindak. Bukan jadi tembok penghalang langkah maju ke depan.

BERSAHABAT DENGAN ANAK DAN GEREJAKU

Banyak jawab atas kekhawatiran. Salah satu jawabannya berada disini dan sekarang. Menjadi sahabat bagi anak dan gereja.

Bersahabat dengan anakku :

ü Aku memilih untuk bersahabat dengan anakku.

ü Aku memilih waktu yang berkualitas dalam berelasi dengan anakku.

ü Aku memilih menjadi teladan.

ü Aku memilih melakukan yang terbaik.

Bersahabat dengan gerejaku:

ü Aku memilih mengambil tanggung jawab.

ü Aku memilih terlibat dalam tugas tatalaksana misa.

ü Aku memilih menerima komuni sebagai penyegar jiwa.

ü Aku memilih memilih bacaan yang baik bagi rohaniku.

Masih banyak pilihan lain yang bisa diambil. Kiranya perjalanan hidup anakku menyongsong zaman akan diiringi juga oleh perjalanan hidup menggereja. Bagaimana dengan anakmu? Bagaimana dengan gerejamu?

TERIMA KASIH ATAS BERIBU CINTA UNTUKKU

Telah 32 tahun aku merdeka dari rahim ibunda tercinta. Banyak hal yang terlewatkan, sedang dilewati, dan akan dilewati. Sedikit refleksi membawaku memahami makna sang waktu.



INDAHNYA CINTA WAKTU BELIA

Tinggal dalam keluarga yang super disiplin. Rajin. Tepat waktu. Jujur. Patuh. Hormat. Rukun. Di sebuah rumah kecil bercat hijau dan bertembokkan pohon ’teh-tehan’. Waktu adalah perguliran detik yang sangat padat, jelas, pasti, dan tak terbantahkan.

Dari bangun pagi, sekolah, pulang sekolah, main, tidur siang wajib, belajar sore, nonton tv, dan doa malam. Sering kena omelan gara-gara membantah yang tak terbantahkan.

Ulang tahun??

Hmmm tersedia menu istimewa. Ayam panggang, tumpeng, dan ’gudangan’. Dimakan ketika siang hari sepulang sekolah. Ahhh, tak sabar rasanya menanti saat itu. Duduk bersama di ruang makan. Berdoa. Tiup lilin. Potong tumpeng. Trus serbuuuu....



KETIKA CINTA BERTUMBUH DI MUNTILAN

Selepas SMP mulailah beranjak remaja. Perubahan pubertas diiringi perpindahan nuansa baru. Berpindah ruang dan waktu ke lingkungan baru. Asrama SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan. Keluarga baru yang begitu kompleks. Ada beratus teman dari 25 propinsi Indonesia. Bersama mengadu ilmu dan berbagi. Air mata, senyum, pertengkaran, dan gelak tertawa. Bersama-sama belajar dalam iringan detik waktu yang ’agak’ bisa dibantah. (Dengan catatan: asal tidak ketahuan pasti selamat).

Dari bangun pagi, doa pagi, makan pagi, sekolah, tidur siang, belajar sore sampai malam, doa malam. Tanpa televisi. Tanpa telepon. Tanpa radio.

Ulang tahun??

Wah heboh!! Mulai dari dikerjain teman-teman satu unit, satu kelas, sampai satu sekolahan. Berdandan dengan cara yang heboh. Dikucir banyak rambutnya. Diguyur air. Diacak-acak lemarinya. Ha ha ha. Rasanya deg-deg sir kalo mau ultah. Seraya merasa geer dan bertanya-tanya apa yang akan terjadi esok hari. Ketika malam hari, hmmm begitu syahdu mendengar namaku disebut dalam doa bersama.



SAAT CINTA BERGULIR DI YOGYAKARTA

Dunia yang mulai dapat dibantah. Waktu bergulir berdasar apa yang aku mau. Meski tetap ada panduan dalam bertindak. Serasa lebih bebas untuk mengatur hidup. Kedisiplinan kemudian terasa menjadi bagian dari diriku sendiri. Tak ada orang yang mengatur. Tak ada orang yang memerintah. Yang ada adalah pilihan untuk selalu berusaha melakukan yang terbaik. Mengemban cita-cita untuk berbuat yang terbaik. Maka pilihan untuk berbuat apapun adalah benar-benar pilihan yang merdeka.

Ulang tahun??

Teman-teman kost pun ikutan heboh. Kamar diacak-acak. Diguyur air pula. Teman-teman kampus mulai berontak minta makan-makan. Lalu telepon berdering. Salam dan doa dari rumah, sahabat, saudara pun mengalir deras.



SAAT CINTA MENEMUKAN TEMPATNYA KINI

Waooo, maaf....lompatan yang terlalu jauh untuk membuat refleksi.

Dalam wacana lokal. Keluarga kami sangatlah sederhana. Saat ada yang ultah ada lilin kecil yang dinyalakan. Seraya terkantuk-kantuk karena menunggu tengah malam. Duduk semua anggota keluarga. Lalu berdoa. Menu istimewanya adalah sate ayam Mbak Ratmi. Menu yang setia menemani sendau gurau kami.

Dalam wacana keluarga yang sangat meng-global. Tak terbatas oleh ruang dan waktu. Ya... dalam gerak dunia maya. Ultah menjadi sarana bertemu. Sarana berbagi. Saling menyapa dan mencolek. Saling mendoakan. Terkirim beraneka macam doa yang begitu indah. Terjalin beribu kenangan yang menguatkan. Teriring salam dalam beribu ragam bahasa. Terbalut beribu cinta.



BERIBU CINTA DALAM SECUIL DOA

Terima kasih atas beribu cinta untukku. Ternyata kekuatan doa-lah yang tak pernah lekang dari waktu. Selalu mengiringi kemanapun aku melangkah. Bahkan di saat aku tak peduli dengan doa. Masih ada yang setia bertekun dalam mendoakanku. Puji Syukur atas segala berkat yang melimpah. Selalu berharap bahwa rahmat yang melimpah ini jadi sumber dari segala langkah untuk berbagi. Jadi sumber tenaga bagi jiwa-jiwa yang dahaga. Berkati kami Ya Tuhan dengan aliran cinta-Mu. Amin.

ANDA PUAS KAMI LEMAS

Antrian di Kantor Pos di dekat rumahku lumayan padat. Tepatnya tanggal 5. Awal bulan. Saat yang tepat untuk ambil gajian bagi para pensiunan. Saat bayar listrik. Saat bayar tagihan angsuran leasing sepeda motor. Para pengantri punya banyak keperluan. Namun ada keperluan yang tidak lagi diperlukan yaitu kirim surat. Surat melalui pos sudah tidak ‘njaman’ lagi.

Pak Pos berkelakar. Suaranya keras memenuhi ruangan. Bercanda dengan simbah-simbah yang antri ambil uang. Aku pun mengantri untuk bayar tagihan pulsa. Sambil menikmati bunyi palu ‘cap’ pos berkumandang. Iseng aku menggoda, “Wah Pak Pos baru laris manis!” Lalu terceletuk suatu kalimat. “Biasa mbak, Anda puas kami lemas!” Spontan. Aku ketawa. Ha ha ha. Kalimat yang menarik untuk diulas.

TEKNOLOGI PENGGANTI SURAT
Dulu, Kantor Pos ramai dengan antrian untuk kirim surat, wesel ataupun paket. Sekarang ada pergeseran. Seiring perkembangan teknologi, surat menjadi barang antik. Tergantikan oleh SMS, email, chatting, twitter, telepon atau rupa-rupa teknologi komunikasi lainnya. Berdasarkan ulasan di Kompas, 11 Oktober 2010, PT Pos Indonesia mendata merosotnya pengiriman surat individual sampai 68% hampir satu dekade ini. Sampai tahun 2008 pengiriman surat individual hanya sebanyak 4 juta pucuk per bulan. Kondisi itu sudah merosot 68% dibandingkan tahun 2000. Apalagi tahun 2010 ini, pengiriman surat individual pasti lebih rendah lagi.

Dunia surat-menyurat memang sudah tergeser oleh teknologi. Hanya dalam hitungan satu menit bahkan beberapa detik saja. Pesan dikirim. Pesan diterima. Pesan pun dimuat dalam kata-kata yang singkat, padat, dan jelas. Suatu kemajuan yang luar biasa namun juga ‘mungkin’ kemunduran.

ASYIKNYA BERSAHABAT PENA
Kebiasaan bersahabat pena yang sempat digandrungi para anak-anak era sembilan puluhan patut diacungi jempol juga. Melalui surat, anak-anak lebih belajar untuk menyusun kalimat dengan cara yang lebih tepat. Disebut lebih tepat karena menulis surat tak mungkin hanya dalam 140 karakter saja. Paling tidak minimal satu lembar kertas penuh. Melalui surat, anak-anak belajar mengungkapkan isi hati dan pikirannya. Anak-anak belajar untuk menulis. Dan ternyata, fakta yang hampir tak terbantahkan, banyak penulis hebat karena berlatih menulis.

Ada pengalaman pribadiku yang menarik tentang sahabat pena. Teringat satu orang sahabat pena saya. Bertemu baru satu kali dalam ajang lomba mengarang waktu SMP dulu di Semarang. Setelah itu kami bersurat-suratan. Berlanjut terus. Cerita dari mulai sekolah, cita-cita, sampai kekasih. Luar biasanya, sampai sekarang kami masih menjadi sahabat. Efek surat waktu SMP itu masih menggema sampai sekarang.

Bersahabat pena masih menawarkan suatu yang menarik. Relasi yang terbangun dari surat terasa lebih hangat. Lebih dekat. Lebih personal. Setidaknya tak ada hacker. Imajinasi pun lebih hidup. Membayangkan bagaimana reaksi wajah penerima surat. Berdebar-debar menunggu kapan surat dibalas. Menebak-nebak apa isi balasan suratnya. Nuansa yang menyenangkan.

PELAYANAN PUBLIK YANG MERAKYAT
PT Pos Indonesia sekarang mulai bidik pengiriman surat iklan (advertaising mail/ admail) serta surat tagihan (billing). Pak Pos sekarang tidak sibuk menempel perangko lagi. Namun, masih ada yang sama. Sapaan-sapaan yang akrab. Celotehan yang asyik. Membuat para pengantri tidak merasa jemu. Membuat simbah-simbah merasa nyaman untuk antri. Bentuk pelayanan publik yang patut dipuji. Berbeda dengan pelayanan di sektor pemerintahan lain yang terasa lebih cuek. Bagi saya, pelayanan kantor pos masih patut diacungi jempol. “Anda Puas Kami Lemas” menjadi simbol bentuk pelayanan yang sungguh mengutamakan kepentingan konsumen. Bravo PT POS INDONESIA!

TAK PERLU KATAKAN CINTA PADAKU

Namaku Joni. Mataku menatap ke luar kaca mobil. Hujan mulai kembali mengurai musim kemarau. Tertegunku melihat titik-titik air hujan menetes menyusuri pinggiran kaca. Basah. Dingin. Rasa dingin ini menyeruak. Membawa kenangan akan dirinya kembali.

Lima belas tahun yang lampau. Kugandeng perempuan yang mungil, cantik, dan belia. Cici namanya. Dia begitu menawan. Wajah tanpa riasan membuatnya semakin cantik. Senja itu kami susuri lembah bertaburan pohon cemara. Pucuk-pucuk cemara bergoyang dengan kemayu. Angin bersiul riang memainkan irama tak bernada. Udara pun mulai terasa lembab. Dingin. Angin mulai binal memainkan ujung rambut panjangnya. Kubelai lembut uraian rambut hitamnya. Kutatap mata jernihnya. Tak sadar terucap tanyaku.
“Apakah kau cinta padaku?”
“Apakah itu penting untukmu?”
“Bagiku, penting.”
“Bagiku, tidak.”

Aku terdiam. Tak mampu berucap. Anehnya perempuan ini. Kata-kata cinta tak penting baginya. Bukankah perempuan menyenangi drama-drama dalam hidupnya. Dan cinta adalah drama yang abadi.
“Mengapa?”
“Aku hanya melakukan yang aku inginkan saja. Aku ingin menikmati waktu ini bersamamu. Tak peduli esok. Tak peduli apa yang kau pikirkan. Bahkan aku tak peduli kemarahan istrimu.”

Kata-kata itu terucap bagaikan peluru yang menghujam dadaku. Terasa sesak dadaku. Aku sendiri tak tahu apa yang aku maui. Apakah aku mencintainya? Entah. Yang kutahu aku merasa nyaman berada di samping perempuan ini. Aku tak harus memakai banyak topeng di depannya. Aku tak harus jadi orang yang pura-pura penuh perhatian. Tak harus selalu berpakaian rapi. Tak harus berbasa-basi.

“Mengapa?”
“Karena kesempatan bersamamu tak pernah dapat terulang lagi. Aku tahu kau pasti akan meninggalkanku. Aku pun tahu kalau aku tak mungkin memilikimu. Kau sudah beristri. Justru kesadaran itulah yang membuatku tak butuh kata-kata cinta darimu.”
“Aku merasa bersalah padamu.”
Tangan kuat perempuan itu menutup mulutku. “Ssssst. Diamlah. Jangan kau hujani aku dengan pertanyaan-pertanyaan. Lebih banyak hal menyenangkan yang dapat dilakukan. Aku lelah mendengar pertanyaanmu. Aku lebih lelah lagi untuk menjawab pertanyaanmu.”

Aku pun diam. Membisu dalam kegelisahan pikiranku. Sementara langkah kami semakin jauh memasuki lembah cemara. Angin semakin bergairah menggoncang bumi. Pucuk-pucuk cemara menggeliat semakin kencang pula. Angin pun datangkan hujan. Rintiknya mulai berjatuhan. Semakin lama semakin deras. Kugandeng tangannya dan berlari mencari tempat untuk berteduh. Badannya basah dihujani air. Tangannya terasa dingin.

Ternyata senja itu saat terakhirku bersamanya. Cici pergi dan tak mungkin kembali. Hanya tertinggal nisan bertulis “Cinta Abadi” yang tergeletak di hutan cemara. Senja itu. Lima belas tahun yang lalu. Kutemui sesosok perempuan yang tak perlu kata cinta dariku. Ah, Cici, kalau kita bertemu kembali. Akan kukatakan aku cinta padamu beribu kali. Tak peduli meski kau tak membutuhkannya. Tak peduli meski kau tak anggap penting kata cinta itu. Aku akan tetap mengatakannya.

“Pak. Pak Joni… sudah sampai rumah pak!” Sapaan sopir membangunkan lamunanku. Dari dalam rumah berlari anakku. “Pah… papah! Papah sudah pulang! Pah, Cici sudah bisa menggambar ayam tadi di sekolah. Terus Cici juga sudah bisa bernyanyi tadi di depan kelas. Terus tadi Cici punya teman baru Pah namanya lucu banget”
Ah kicauan si kecilku tak tertahankan. “Cici, aku cinta padamu!”

LIKA-LIKU LAKI-LAKI

Aku laki-laki. Mataku menatap ke luar kaca mobil. Hujan sudah mulai kembali mengurai musim kemarau. Tertegunku melihat titik-titik air hujan menetes menyusuri pinggiran kaca. Basah. Dingin. Rasa dingin ini menyeruak. Membawa kenangan akan dirinya kembali.
Waktu itu. Pucuk-pucuk cemara bergoyang dengan kemayu. Angin pun bersiul riang. Udara terasa lembab. Dingin. Aku gandeng tangannya berjalan memasuki lembah bertaburan cemara.
“Ah, cinta. Kamu begitu mempesona. Senyummu, tawamu, semangatmu, kau punya karisma. Kamu sudah membawaku ke dalam alam yang sungguh berbeda. Kamu membuatku menjadi laki-laki sejati.”
“Hmmmm, apa begitu? Aku hanya melakukan yang aku inginkan saja. Aku ingin dekat denganmu. Kau pun punya energi luar biasa yang menarikku semakin mendekat. Tak peduli apa yang kau pikirkan. Hanya ini yang kumau.”

Terdiam dalam kepekatan pohon-pohon cemara. Pucuk-pucuknya semakin menggeliat dengan kencang. Tanda angin mulai bergairah tuk membuat bumi bergoncang. Langkah kakiku semakin terasa ringan. Aku pegang tangannya. Tangan kuat terbalut kelembutan. Ah, perempuan, kau begitu anggun. Wajah tanpa riasan membuatmu semakin cantik. Angin pun mulai binal memainkan ujung rambut panjangmu. Kubelai lembut uraian rambut hitammu. Sayangkah aku padanya? Entah. Yang kutahu aku merasa nyaman berada di samping perempuan ini. Nyaman ini begitu membuatku ketakutan. Aku takut untuk kehilanganmu. Aku bahkan lebih takut kalau kau anggap aku tidak mencintaimu. Ah, perempuanku.

Gelisah. Aku pun bertanya. “Mengapa kau lakukan ini?” Pandanganku lekat menatap matanya. Perempuan itu menatapku dengan heran. “Lakukan apa?” “Kau tahu yang aku maksud. Kamu begitu luar biasa. Dengan mudah kamu dapatkan apa yang sungguh kamu inginkan. Bahkan bukan hanya aku yang berkata demikian. Tapi sekarang, kamu berada dalam pelukku. Aku hanya laki-laki saja. Tak punya jabatan. Tak punya harta. Tak punya gelar. Tak punya uang pula. Bukankah lebih mudah perempuan jatuh cinta pada tipe laki-laki seperti itu. Aku yakin kau akan dapatkan yang kamu maui. Tapi, sekarang kamu ada dalam pelukku. Dan aku tak yakin ini terjadi. Dan aku merasa bersalah karena kamu sudah memilihku. Aku merasa ini bagai mimpi. Aku …”

Tangan kuat perempuan itu menutup mulutku. “Ssssst. Diamlah. Lihatlah awan hitam sudah mulai berarak. Sebentar lagi hujan. Jangan pula kau hujani aku dengan pertanyaan-pertanyaan. Sudah cukup bagiku untuk merebahkan kepalaku di dadamu. Lebih banyak hal yang lebih menyenangkan untuk dipikirkan dan dilakukan. Aku teramat lelah bahkan untuk sekedar mendengar pertanyaan. Aku lebih lelah lagi untuk menjawab pertanyaan.”

Kubelai rambutnya. Kukecup keningnya. Tertidur perempuan itu di dadaku. “Istirahatlah perempuanku. Letakkan lelahmu di dadaku.”