Suatu ketika saya masuk ke salah satu kelas yang muridnya cowok semua. Pertemuan diawali dengan pertanyaan heboh. ”Siapa yang pernah nonton video Ariel dan Luna Maya?” Anak-anak tergelak tawa. Sebelum anak-anak menjawab, saya sahut dengan jawaban ”Enggak bu, saya nggak nonton Ariel – Luna Maya. Saya nonton Ariel – Cut Tari kok!”. Ha ha ha. Lalu saya pun menantang. Kalau handphone dikumpulkan pasti ada gambar-gambar ”Unyil” bahkan videonya. Anak-anak itu tersenyum simpul. Bagi saya, itu artinya ”mengiyakan”.
Menurut Sarwono (2002) remaja adalah “masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, bukan hanya dalam artian psikologis tetapi juga fisik”. Remaja seringkali merasa tabu dan malu untuk membicarakan masalah seksualitas. Tetapi karena keingintahuannya mereka akan berusaha untuk mendapatkan informasi. Namun remaja sering berpikir bahwa orang tua akan menolak membicarakan masalah seksualitas. Akhirnya, remaja mencari alternatif lain sebagai sumber informasi untuk memenuhi keingintahuannya. Seperti teman atau media informasi, audio visual maupun cetak (Yusuf, 2004).
PERBANDINGAN INFORMASI SEKS DI INDONESIA DAN AUSTRALIA
Hasil penelitian di DKI Jakarta menunjukkan 37% responden wanita tidak mengetahui fungsi organ reproduksi pria. 36% responden pria tidak mengetahui fungsi organ reproduksi wanita dan 34% tidak mengetahui tentang penyakit menular seksual. Hasil itu menunjukkan sebagian besar remaja mempunyai pengetahuan yang kurang tentang kesehatan reproduksi. Hal ini karena ada kaitannya dengan kurangnya informasi mengenai kesehatan reproduksi secara benar dan akurat (Sudardjat, 2002).
Hasil penelitian di Australia terhadap 172 siswa sekolah lanjutan membuktikan bahwa 84% telah mendapatkan pendidikan seks dari orang tuanya. Tetapi mereka tetap lebih menyukai pendidikan seks yang diberikan di sekolah sebagai sumber utama mereka (Karel dalam Sarwono, 2005).
SENGGAMA PADA REMAJA
Penelitian Puslit Ekologi Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan Depkes RI terhadap siswa-siswi di Jakarta dan Yogyakarta menyebutkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi remaja untuk melakukan senggama adalah : membaca buku porno dan menonton blue film (54,39% di Jakarta, 49,2% di Yogyakarta). Motivasi utama melakukan senggama adalah suka sama suka (76% di Jakarta; 75,6% di Yogyakarta), kebutuhan biologis 14-18% dan merasa kurang taat pada nilai agama 20-26%.
Pusat studi kriminologi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta menemukan 26,35% dari 846 peristiwa pernikahan telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah. 50% diantaranya menyebabkan kehamilan. Berbagai penelitian ini menunjukkan perilaku seksual pada remaja mempunyai korelasi dengan sikap remaja terhadap seksualitas (Sugiharta dalam Soetjiningsih, 2004).
SEKS BAGAI CANDU
Informasi seks dapat dengan mudah didapatkan dari manapun. Bahkan penunggu warnet pun malah kadang memberikan info situs apa yang bisa dituju. Tinggal bagaimana menyikapinya. Seks seperti candu. Seks laksana rokok juga. Sekali mencoba maka akan terus mencoba lagi. Hingga tanpa sadar sudah terperosok begitu dalam. Masa depan membutuhkan lebih banyak pemikiran yang positif daripada sekedar kekonyolan untuk nge-seks.
Kekonyolan itu tidak begitu saja terjadi. Tidak tiba-tiba terjadi. Seperti lima orang remaja yang tertangkap sedang memperkosa gadis rame-rame. Mereka masuk ke bui. Saya berkesempatan untuk wawancara dengan mereka. Awalnya, dari kebiasaan nonton CD porno barengan. Sebulan sekali. Dua minggu sekali. Seminggu sekali. Akhirnya tiap hari. Lalu.... terjadilah pemerkosaan itu. Tinggal penyesalan yang kemudian melarut dalam kehidupan para remaja itu.
HIDUP ADALAH PILIHAN
Bagaimana cara mengendalikan seks pada remaja? Bolehlah diadakan razia HP tiap hari. Razia pelajar. Razia pornografi. Tapi ...ahh itu hanya sesuatu dari luar diri remaja. Remaja harus dihadapkan pada kenyataan bahwa hidup adalah pilihan. Banyak pilihan yang dapat diambil. Sekali ambil pilihan, pikirkan dampaknya dua tiga langkah ke depan. Sekali memilih untuk mencandu seks lewat internet atau media apapun. Pikirkan konsekuensinya juga. Siap dengan resikonya. Apapun itu. Bahkan jika perlu korbankan masa depan dengan drop out dari sekolah. Atau mungkin punya bayi dari hubungan seks luar nikah.
Sebaliknya, jika memilih untuk berprestasi. Maka harus teguh dalam pendirian. Terserah kalau ada teman yang nge-seks. Cuek kalau ada yang ngajak macem-macem. Kuat dalam prinsip. Hidup bisa menjadi lebih asyik dengan berprestasi. Bayangkan cita-cita yang dapat tergapai. Bisa sekolah sampai ke luar negeri. Bisa kerja dengan gaji yang oke. Atau bisa berwiraswasta dengan sukses. Hmmm bisa bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar