Halaman

Cari Blog Ini

Rabu, 17 November 2010

CUCI DIRI DENGAN ABU MERAPI

Menyikapi situasi dan kondisi Merapi yang telah mengalami erupsi mulai 26 Oktober 2010 banyak duka yang dialami para pengungsi. Posko sudah banyak bertumbuh di Yogyakarta, Magelang, Klaten, Boyolali, dan sekitarnya. Banyak bantuan yang dibutuhkan dalam masa tanggap darurat Merapi. Jangan sampai kita berpangku tangan saja melihat dan menonton bencana Merapi. Bencana Merapi sudah merenggut nyawa dan terlebih merenggut harapan akan masa depan. Bantuan yang kita berikan sekecil apapun akan memberikan semangat hidup.



Ada begitu banyak kebutuhan baik logistik, obat-obatan, kebutuhan rumah tangga, kebutuhan balita, maupun pakaian, yang sangat dibutuhkan oleh para pengungsi Peduli Merapi. Tahapan demi tahapan bantuan seakan-akan tidak pernah mencukupi karena tidak ada yang dapat memastikan kapan bencana ini akan berakhir. Menyikapinya perlu dengan bijak yaitu dengan menjaga dan memupuk semangat untuk terus berbagi. Semangat untuk berbagi pun perlu dibarengi dengan perencanaan dan koordinasi yang baik. Perlu diingat bahwa bantuan yang kita salurkan adalah amanah yang diberikan kepada kita untuk dikelola dengan sebaik-baiknya.



Demikian sekelumit kalimat yang saya tulis untuk membuat proposal bagi penggalian dana PEDULI MERAPI. Luar biasanya adalah tanggapan terhadap proses penggalian dana PEDULI MERAPI dari banyak pihak. Satu yang ingin saya culik ceritanya adalah cerita salah seorang ibu yang memberikan waktu, tenaga, dan bantuan untuk pengungsi Merapi.



Aku, adalah seorang janda dan mempunyai dua orang anak yang masih sekolah di SD. Suamiku belum genap 1000 hari meninggal. Terasa sangat berat ketika kejadian mendadak itu menimpaku. Kehidupan ekonomi yang semula ditanggung oleh suamiku sekarang aku pikul sendiri. Kedua anakku masih sangat kecil dan membutuhkan biaya yang tak sedikit. Aku pun masih tinggal bersama dengan orangtuaku yang tak pelak menambah beban hidup. Perlahan-lahan, tabunganku menipis. Perhiasan terjual. Bahkan warung kecil di depan rumahku pun terjual. Untuk menyambung hidup aku membuat makanan kecil dan telaten kujumputi lima puluh sampai seratus rupiah untuk tiap makanan yang aku buat. Hidup terasa begitu berat.



Ketika arisan RT ada ajakan untuk memberi sumbangan bagi pengungsi Merapi. Berbagai berita di media pun beredar dan menghujami dadaku. Ternyata, banyak juga orang yang lebih sengsara hidupnya dibandingkan diriku. Ah, tak seberapa sengsaraku. Aku masih bisa berjualan di pasar. Keluargaku masih bisa makan nasi. Anakku pun masih bisa sekolah.



Segera aku kumpulkan baju-baju milik suamiku. Kutata serapi mungkin. Teriring doa. “Pak, bajumu aku sumbangkan ke pengungsi ya Pak. Semoga setumpuk baju ini menjadi setitik obat bagi para pengungsi. Juga obat untukku Pak. Aku merasa sangat sedih ketika melihat tumpukan bajumu di lemari pakaian kita. Aku selalu teringat bahwa Bapak sudah pergi dan tak mungkin kembali lagi. Aku selalu merasa sedih ketika melihat bajumu. Seakan masih terasa bau badanmu di baju-baju ini Pak. Wajahmu pun menari-nari di pelupuk mataku ketika melihat baju-baju ini. Pak, aku bahagia jika dapat membantu orang lain pak. Aku sumbangkan baju-baju Bapak, bukan untuk melupakan Bapak justru untuk mengenang Bapak. Aku ingin tersenyum ketika mengenang Bapak. Ternyata kita masih bisa ya Pak menyumbang untuk orang lain meski sekarang ini terasa begitu sulit. Terima kasih Pak. Semoga sumbangan ini menjadi berkat buatku dan anak-anak kita ya Pak. Aku akan terus berusaha untuk mengais harapan yang selama ini tersisihkan oleh rasa sedih dan beban hidup.”



RESUME

Banyak alasan yang dilakukan ketika seseorang memberikan bantuan pada pengungsi. Salah satunya adalah dengan membantu maka akan terjadi refleksi ke dalam diri. Ibarat sebuah cermin. Ada kalanya, kita sudah merasa begitu berat dalam menghadapi hidup. Mungkin benar memang sungguh berat. Namun, ternyata, ada yang lebih berat lagi hidupnya. Lalu kemudian, siapakah yang jadi pengungsi sebenarnya? Mungkin kita-lah yang menjadi pengungsi karena kita yang terbantu lebih banyak untuk lebih menghargai hidup dan berkat yang kita terima selama ini. Kita dibantu oleh para penderita bencana untuk semakin bersyukur. Abu merapi ternyata bisa juga menjadi sarana untuk mencuci diri, mencuci hati, mencuci semangat, mencuci harapan, dan mencuci rasa syukur. Hingga menjadi lebih bersih, lebih hidup, dan lebih bersyukur.



MARI TERUSKAN....

* Salut bagi para relawan Merapi di Yogyakarta, Magelang, Klaten, Boyolali dan sekitarnya. Teruskan perjuangan teman! Berikan informasi yang sebenar-benarnya kepada para pengungsi dan juga kepada para donatur sehingga bantuan yang diberikan sungguh menyasar dan bermakna.

* Salut bagi para donatur yang tak henti-hentinya memberikan waktu, tenaga, pikiran, dana dan bantuan bagi para pengungsi. Berkat selalu melimpah bagi mereka yang mau berbagi.

* Salut bagi para pengungsi. Jaga kesehatan jiwa dan raga. Hidup sangatlah berharga. Satu cobaan akan menambahkan ribuan berkat bagi kita.

Mari Teruskan Semangat Berbagi....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar