Halaman

Cari Blog Ini

Rabu, 17 November 2010

LIKA-LIKU LAKI-LAKI

Aku laki-laki. Mataku menatap ke luar kaca mobil. Hujan sudah mulai kembali mengurai musim kemarau. Tertegunku melihat titik-titik air hujan menetes menyusuri pinggiran kaca. Basah. Dingin. Rasa dingin ini menyeruak. Membawa kenangan akan dirinya kembali.
Waktu itu. Pucuk-pucuk cemara bergoyang dengan kemayu. Angin pun bersiul riang. Udara terasa lembab. Dingin. Aku gandeng tangannya berjalan memasuki lembah bertaburan cemara.
“Ah, cinta. Kamu begitu mempesona. Senyummu, tawamu, semangatmu, kau punya karisma. Kamu sudah membawaku ke dalam alam yang sungguh berbeda. Kamu membuatku menjadi laki-laki sejati.”
“Hmmmm, apa begitu? Aku hanya melakukan yang aku inginkan saja. Aku ingin dekat denganmu. Kau pun punya energi luar biasa yang menarikku semakin mendekat. Tak peduli apa yang kau pikirkan. Hanya ini yang kumau.”

Terdiam dalam kepekatan pohon-pohon cemara. Pucuk-pucuknya semakin menggeliat dengan kencang. Tanda angin mulai bergairah tuk membuat bumi bergoncang. Langkah kakiku semakin terasa ringan. Aku pegang tangannya. Tangan kuat terbalut kelembutan. Ah, perempuan, kau begitu anggun. Wajah tanpa riasan membuatmu semakin cantik. Angin pun mulai binal memainkan ujung rambut panjangmu. Kubelai lembut uraian rambut hitammu. Sayangkah aku padanya? Entah. Yang kutahu aku merasa nyaman berada di samping perempuan ini. Nyaman ini begitu membuatku ketakutan. Aku takut untuk kehilanganmu. Aku bahkan lebih takut kalau kau anggap aku tidak mencintaimu. Ah, perempuanku.

Gelisah. Aku pun bertanya. “Mengapa kau lakukan ini?” Pandanganku lekat menatap matanya. Perempuan itu menatapku dengan heran. “Lakukan apa?” “Kau tahu yang aku maksud. Kamu begitu luar biasa. Dengan mudah kamu dapatkan apa yang sungguh kamu inginkan. Bahkan bukan hanya aku yang berkata demikian. Tapi sekarang, kamu berada dalam pelukku. Aku hanya laki-laki saja. Tak punya jabatan. Tak punya harta. Tak punya gelar. Tak punya uang pula. Bukankah lebih mudah perempuan jatuh cinta pada tipe laki-laki seperti itu. Aku yakin kau akan dapatkan yang kamu maui. Tapi, sekarang kamu ada dalam pelukku. Dan aku tak yakin ini terjadi. Dan aku merasa bersalah karena kamu sudah memilihku. Aku merasa ini bagai mimpi. Aku …”

Tangan kuat perempuan itu menutup mulutku. “Ssssst. Diamlah. Lihatlah awan hitam sudah mulai berarak. Sebentar lagi hujan. Jangan pula kau hujani aku dengan pertanyaan-pertanyaan. Sudah cukup bagiku untuk merebahkan kepalaku di dadamu. Lebih banyak hal yang lebih menyenangkan untuk dipikirkan dan dilakukan. Aku teramat lelah bahkan untuk sekedar mendengar pertanyaan. Aku lebih lelah lagi untuk menjawab pertanyaan.”

Kubelai rambutnya. Kukecup keningnya. Tertidur perempuan itu di dadaku. “Istirahatlah perempuanku. Letakkan lelahmu di dadaku.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar