Halaman

Cari Blog Ini

Rabu, 17 November 2010

MENGAMBIL TANGGUNG JAWAB ATAS PILIHAN HIDUP

Perjalanan singkat di Jogjakarta tanggal 30/31 Oktober 2010 membawaku pada sebuah pemikiran tentang pilihan hidup. Bertemu dengan teman-teman semasa SMA Van Lith Muntilan angkatan ke-4 dan semasa kuliah Psikologi UGM angkatan 1997. Sedikit yang dapat terkumpul. Dari yang sedikit terkumpul ini, tercerai berai juga hunjaman makna dari sebuah pilihan hidup. Dulu seperti apa, sekarang seperti apa, lalu esok akan bagaimana.


MEMILIH TUK JADI IBU RUMAH TANGGA

Terkagum-kagum aku pada pilihan salah seorang teman untuk menjadi ibu rumah tangga. Lulusan sarjana dari Universitas Atmajaya Yogyakarta yang notabene pasti akan mudah untuk mencari pekerjaan atau mencipta pekerjaan. Memilih untuk menjadi ibu bagi anak yang dilahirkan. Menjadi seorang ibu yang selalu ada untuk anak. Menjadikan rumah sebagai tempat terbaik bagi perkembangan anak secara optimal. Menumpahkan ribuan kasih sayang yang tak pernah habis.

Masih ada satu lagi pilihan hebatnya. Memilih untuk tak punya pembantu. Tentunya sangat mudah baginya untuk mendapatkan pembantu. Lebih gampang dalam melakukan pekerjaan ketika mempunyai pembantu. Uang pun tak jadi masalah untuk sekedar menggaji pembantu. Pilihannya pasti. Memilih melakukannya sendiri.



MEMILIH TUK JADI PEGAWAI PEMERINTAH DAERAH

Pilihan yang hebat. Lulusan Psikologi UGM yang mau menjerumuskan dalam bidang pemerintahan sangatlah minim. Lebih banyak yang memilih merantau di kota-kota besar dan jadi orang-orang hebat di training ataupun HRD. Ketika pilihan untuk menjadi pegawai pemerintah daerah diambil maka muncul sebuah konsekuensi dari pilihan tersebut. Rangkaian kata-kata bergulir dari wajah cantik temanku yang bercerita bahwa pekerjaan yang dilakukannya sangatlah monoton. Tak ada kesempatan untuk berinovasi. Tak ada kesempatan untuk mempraktekkan ilmu-ilmu psikologi bagi pengembangan organisasi. Pekerjaan yang dilakukannya sudah tersistematika dengan baik. Nyaris tak ada kesempatan untuk mengubah pola kerja yang sudah mantap.

Pilihan hebat. Untuk tetap bertahan dalam situasi yang konstan. Namun tak menafikan kesempatan untuk menambah ilmu dunia luar. Tak banyak orang yang mampu bertahan dalam pola kerja yang demikian stagnan. Tentunya, ada semangat kecil yang mengobarkan daya tahan luar biasa ini. Sederhana saja, ingin memberikan waktu yang lebih banyak untuk keluarga. Dengan bekerja di pemerintahan, waktu luang pun lebih banyak tersedia. Api kecil semangat kasih sayang ini rupanya yang membuat seseorang mampu bertahan dalam situasi yang sulit, monoton, stagnan, atau juga membosankan.



MEMILIH TUK JADI PEMBELAJAR

Begitu banyak pilihan dalam memaknai hidup. Dan yang diambil oleh salah seorang teman adalah menjadi pembelajar. Lulus dari S1 Psikologi UGM, lanjut Magister Manajemen UGM, lanjut berbagai kursus online dengan sertifikasi internasional dan masih lanjut juga berjibun sertifikat aneka bahasa dari Bahasa Inggris, Perancis, dan Jepang (dan omong-omong mau belajar bahasa Arab). Sekarang pun, masih tetap jadi pembelajar NLP (Neuro Linguistic Programming) dan hipnoterapi. Dalam memilih dunia kerja pun yang dipilih adalah pekerjaan yang memberi kesempatan untuk belajar. Hingga jadilah kutu loncat dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain. Tentunya, setiap momen berada dalam satu perusahaan digunakannya semaksimal mungkin untuk belajar. Esensinya bukan pada ketidaksetiaan pada satu perusahaan namun lebih pada kesetiaan pada semangatnya untuk belajar, beraktualisasi diri, dan berbagi. Semangatnya untuk berbagi yang menular kepada saya juga. Hingga satu buku dikirim dari Jakarta untuk menemani saya.

Pilihan hebat untuk setia dalam setiap langkah pembelajaran. Meluangkan waktu di sela-sela kemacetan ibukota untuk membaca buku. Hingga mengobrak-abrik kamar dengan ratusan buku-buku. Setia dengan ujian-ujian yang ditempuh di waktu weekend. Ternyata waktu yang tersedia untuk belajar sangatlah terbuka luas dan pilihan untuk belajar diambil sebagai sebuah tanggung jawab. Tanggung jawab untuk beraktualisasi diri dan tanggung jawab untuk berbagi.



MEMILIH TUK SETIA PADA SATU PERUSAHAAN

Berbeda dengan temanku yang satu ini. Setia bekerja pada satu perusahaan dari tahun 2002 sampai sekarang. Rekor yang luar biasa untuk pekerja di Jakarta. Delapan tahun bukan waktu yang singkat untuk bekerja dalam satu perusahaan yang sama. Ada banyak tawaran untuk bekerja pada perusahaan lain. Tawaran yang disertai iming-iming gaji serta kesejahteraan yang lebih baik tentunya. Kesetiaan ini yang membawanya menjadi orang yang sangat dihargai dalam perusahaannya. Menjadi bagian penting dari sebuah institusi. Hingga kesempatan untuk bertravelling ke luar negeri sering didapatkannya.

Pilihan hebat untuk tetap bertahan dalam sebuah pilihan. Meski ada begitu banyak tawaran yang menggiurkan. Namun kesetiaan ini pun berbuah manis.



MEMILIH TUK BEKERJA DI LUAR BATAS

Ketika seseorang seusia SMA dicekoki dengan berbagai macam teori untuk memilih jurusan perkuliahan yang dapat menunjang cita-citanya. Misal, bercita-cita menjadi seorang dokter maka kuliah-lah di Fakultas Kedokteran. Bercita-cita menjadi insiyur berkuliah-lah di Fakultas Teknik. Kenyataan hidup berbicara lain. Banyak orang yang kemudian bekerja di luar batas cita-cita dan angan-angannya. Lulusan Fakultas Biologi UGM tentunya akan cocok bekerja sebagai peneliti, pengajar, atau apalah yang sejalur dengan jurusannya. Namun, perguliran waktu yang membawanya untuk berani bekerja di luar batas. Menjadi bagian dari institusi dunia cetak. Redaktur salah satu penerbitan di Jogjakarta. Pilihan hebat. Menekuni suatu hal yang mungkin tak pernah terbayangkan sebelumnya. Menggali potensi yang tak pernah muncul sebelumnya. Setia, sabar, dan telaten pada setiap langkah-langkah hidup yang membawanya bekerja di luar batas.



MEMILIH BERTAHAN PADA SATU CINTA

Agak unik pilihan kedua orang teman yang pacaran sedari kuliah. Sekarang mereka sudah menjadi pasangan suami istri. Ketika kuliah dulu, ada juga yang mengernyitkan dahi, apa mungkin mereka berdua akan menjadi pasangan suami istri. Dan ternyata, waktu membawa mereka pada kesetiaan akan pilihan pasangan hidup. Maka, terciptalah reuni abadi sepanjang masa alumni Psikologi UGM.

Pilihan hebat. Setia dengan pasangan hidup. Berdua bekerja merantau di Jakarta. Dalam hiruk pikuk Jakarta, mereka saling mendukung, menguatkan, meneguhkan, sembari menerapkan ilmu-ilmu psikologi.


SEBUAH PEMIKIRAN TENTANG ESOK YANG AKAN DIJELANG

Setelah belajar dari sedikit perjalanan hidup teman SMA dan kuliah dulu. Hidup begitu simpel hingga tanpa sadar membawa tiap orang pada jalannya sendiri. Meski kadang jalan yang ditempuh itu jauh dari pemikirannya, namun yang jelas hidup terus bergulir. Tiap orang punya kesempatan berbuat lebih.


Salah satu yang sepintas terpikir untuk berbuat lebih adalah membuat jaringan. Sungguh luar biasa potensi yang dimiliki oleh masing-masing individu. Dan betapa luar biasanya jika potensi tersebut tersinergi.


Mari tetap jalin komunikasi satu sama lain. Mari saling berbagi. Mari saling melengkapi. Mari kita bangun jaringan yang lebih kuat untuk saling menguatkan satu sama lain. Saya yakin, entah suatu saat nanti, ada gerakan luar biasa yang tercipta dari sinergi jaringan. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar