Halaman

Cari Blog Ini

Minggu, 26 September 2010

MENGUNJUNGI LAUTAN BUKU DI GRAMEDIA

Setelah hampir 5 jam berkutat dalam lautan buku di toko buku Gramedia Solo. Ada perubahan nuansa emosi saya. Dahi mengernyit. Nafas panjang menghembus. Sedih pun ikutan menyeruak. Ahh. Gregetan. Penasaran. Minder. Merasa kecil. Cemberut. Senyum-senyum sendiri. Bersorak HORE. Ufff.

Kaki nggak bisa diajak kompromi. Mengajak duduk. Sedang pikiran saya menyapu buku-buku yang sudah lewat di mata dan masuk ke otak. Sekilas terlihat, lebih banyak buku terjemahan dibanding buku hasil penulis Indonesia. Padahal buku masih jadi sumber istimewa bagi banyak orang. Buktinya, tumpukan buku-buku baru masih terus saja mengalir (artinya bukunya laku). Meski mbah google masih jadi jawara untuk cari informasi apapun. Buku masih punya tempat di hati para pembaca (walau membaca kadang nggak pakai hati).

Iseng, saya melirik tulisan tentang buku di Indonesia. Jumlah judul buku di Indonesia baru di kisaran 20.000 judul per tahun. Jika satu orang penulis produktif mengerami lebih dari 1 judul buku, dan sebagian buku lainnya adalah karya penulis luar yang diterjemahkan, maka jumlah penulis kita tidak sampai 5 (lima) persen dari total penduduk Indonesia (kutipan tulisan AA Kunto A, penulis yang banyak buat buku). Hampir 80% buku ilmu pengetahuan adalah buku terjemahan. Sulit mencari penulis buku yang produktif dan memenuhi standar (kutipan Kompas, 15 Februari 2010). Ada juga pendapat yang menyeruak masuk. Menulis buku di Indonesia penghasilannya tidak seberapa, terlebih bila tidak dicetak ulang. Royalti untuk penulis di Indonesia masih sangat kecil. Terlebih ketika penulis berhadapan dengan raksasa penerbit (kutipan obrolan dengan Sri Hermanjoyo Joseph, penulis buku Matematika yang sudah diterbitkan).

Dua kutub berlawanan. Satu sisi, penerbit merasa sulit cari penulis Indonesia karena kurang memenuhi standar. Sisi lain, penulis Indonesia malas berhubungan dengan penerbit karena penghargaan yang minim.

Menghasilkan sebuah tulisan bukan sesuatu yang mudah namun juga tidak mustahil. Semua orang bisa. Media facebook atau blog pun bisa. Apa bisa hidup dari tulisan? Kok kayaknya semua hal sudah ditulis ya? Itu pikiran picik! Meski semua sudah ditulis, namun, gaya, sudut pandang, bahasa yang berbeda pun juga bisa menjual. Mungkin?

Solusinya. Menulis dan menulis lagi. Contohlah karya seniman yang baik sampai tangan Anda beroleh kebebasan. Manet mencontoh Courbet. Lieberman nyontoh Franz Hals. Braque nyontoh Rafael. Rembrant mencontoh Durer (kutipan obrolan status MG. Idah di facebook). Maka saya ambil satu buku. Proses Kreatif, Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang (editor Pamusuk Eneste). Belajar dari 12 sastrawan tentang bagaimana mereka berkreasi dalam tulisan. Semoga ada jawaban.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar